Sejarah Taman Nasional Gunung Merbabu

Awal Mula Era Kolonial Belanda (1900-1930)

Sejarah Taman Nasional Gunung Merbabu dimulai pada masa kolonial Belanda. Pada tahun 1900, sebagian kawasan hutan di Kabupaten Magelang ditetapkan sebagai hutan lindung melalui Gouverneur Besluit Nomor 41.

Perlindungan kawasan diperluas pada 27 Agustus 1908 ketika kawasan hutan Magelang ditetapkan sebagai hutan tutupan. Wilayah Semarang menyusul pada 19 Mei 1915 dengan status hutan lindung, termasuk enclave Lelo dan Tekelan. Sementara kawasan Boyolali mendapat status “Hutan Larangan Gunung Merbabu” pada 22 November 1930.

Masa Kemerdekaan dan Perum Perhutani (1945-1988)

Setelah kemerdekaan, pengelolaan kawasan mengalami transformasi. Periode 1959-1963, kawasan dikelola oleh Dinas Kehutanan Tingkat II. Kemudian berdasarkan PP No. 35 Tahun 1963, pengelolaan diserahkan kepada Perusahaan Negara Perhutani.

Tahun 1974 menjadi milestone penting dengan terbentuknya Perum Perhutani melalui PP No. 76/Kpts/Um/2/1974. Kawasan dibagi menjadi KPH Magelang dan KPH Surakarta. Pada periode ini juga, area seluas 6,5 hektar ditetapkan sebagai objek wisata alam karena memiliki air terjun yang indah.

Transformasi Menuju Konservasi (1988-2003)

Tahun 1988 menandai perubahan struktural dengan diubahnya nama KPH Magelang menjadi KPH Kedu Utara. Transformasi besar terjadi pada 2003 melalui PP No. 30 Tahun 2003, yang mengubah kawasan menjadi area konservasi, bukan lagi wilayah kerja perusahaan.

Pembentukan Taman Nasional (2001-2004)

Inisiatif pembentukan taman nasional dimulai tahun 2001 ketika PHPA mengusulkan perubahan status kawasan hutan lindung dan Taman Wisata Alam Tuk Songo menjadi taman nasional kepada Gubernur Jateng.

Pada 2002, Ditjen PHPA secara resmi menyampaikan usulan kepada Menteri Kehutanan. Puncak proses ini adalah terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 yang resmi menetapkan kawasan seluas 5.725 hektar sebagai Taman Nasional Gunung Merbabu.

Pemantapan Kelembagaan (2005-2014)

Pada 30 Desember 2005, pengelolaan diserahkan kepada BKSDA Jawa Tengah sebagai langkah sementara. Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai TNGMb resmi dibentuk pada Juni 2006, dengan struktur organisasi tipe B yang mencakup dua seksi wilayah di Kopeng dan Krogowanan.

Status hukum diperkuat melalui SK Menteri Kehutanan No. SK.3623/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 6 Mei 2014 yang menetapkan luas final kawasan sebesar 5.820,49 hektar di tiga kabupaten: Magelang, Boyolali, dan Semarang.